PESAN

Hidup adalah BELAJAR.Mempelajari apa yang dilihat dan rasakan.BELAJAR adalah PROSES:dari tidak tau menjadi tau,dari salah menjadi benar,dari gelap menjadi terang.Melalui proses yang panjang... mari berjuang menjadi diri sendiri:SEBUAH PRIBADI YANG BERPOTENSI salam...

Jumat, 04 Juni 2010

Gelar Mujahid untuk Hasan Tiro

Wasiat Terakhir: Jaga Perdamaian
Utama

Tgk Hasan Muhammad di Tiro

Pendiri Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Tgk Hasan Muhammad Ditiro, saat melakukan kunjungan silaturahmi ke rumah tempat kelahirannya di Dusun Mali Cot, Desa Tanjong Bungong, Kecamatan Sakti, Pidie, Rabu 15 Oktober 2008. SERAMBI/M ANSHAR
BANDA ACEH - Dr Tgk Hasan Muhammad Di Tiro, tokoh sentral GAM yang dijuluki “Wali Nanggroe”, di akhir hayatnya kemarin mendapat kehormatan istimewa. Almarhum ditabalkan Malik Mahmud sebagai mujahid (pejuang -red) yang tak kenal lelah berjuang untuk Aceh.

“Beliau adalah orang yang kita tuakan di dalam negeri Aceh, beliau adalah orang yang kita tuakan dalam perjuangan. Beliau adalah mujahid yang naik dan turun gunung dan sebagai penegak nilai-nilai Islam. Dengan perjuangan demikian, apabila kita renungi, tentu tidak dapat diulangi lagi. Ini adalah perjuangan terakhir (Hasan Tiro-red),” kata mantan petinggi GAM, Malik Mahmud seusai jenazah Hasan Tiro dishalatkan di Masjid Raya Baiturrahman kemarin.

Saat menyampaikan hal itu, Malik, sang penandatangan MoU Helsinki mewakili pihak GAM, terlihat berurai air mata. Sementara sejumlah ulama dan para mantan petinggi GAM lainnya berada di sekeliling jasad Hasan Tiro.

Malik menyebutkan, semasa hidupnya, Hasan Tiro telah menoreh satu sejarah panjang dalam pergolakan konflik bersenjata di Aceh. Namun, semua itu kini telah berakhir setelah Pemerintah RI dan GAM menandatangani nota kesepahaman damai di Helsinki pada 15 Agustus 2005.

Perdamaian itu, ulas Malik, tidak terlepas dari niat besar Hasan Tiro semasa hidupnya untuk membawa rakyat Aceh yang telah lama didera konflik bersenjata agar dapat merasakan hidup damai. “Beliau telah meninggalkan amanah (perdamaian- red) ini. Amanah ini harus dijaga, jangan sampai mengecewakan almarhum. Kalau amanah ini tidak bisa kita laksanakan, maaf, itu artinya sama dengan kita mengkhianati Wali, berkhianat dari perjuangan,” kata Malik dengan suara terbata.

Sesaat kemudian Malik Mahmud menyebut kalimah syahadat diiringi doa yang kemudian diikuti seluruh jemaah. Gubernur Irwandi Yusuf atas nama Pemerintah Aceh menyatakan duka cita mendalam atas meninggalnya Hasan Tiro. Sosok Wali, menurut Irwandi, adalah bagian tak terpisahkan dari dinamika dan romantika sejarah perjuangan Aceh yang penuh warna. Hasan Tiro juga dianggap sosok yang telah mengantarkan rakyat Aceh ke pintu gerbang kemakmuran dan kemandirian setelah berakhirnya konflik bersenjata yang hampir 30 tahun mendera.

“Sekarang terserah kita ke mana arah dan tujuan yang ingin kita capai,” kata Irwandi. Di samping Gubernur Irwandi, terlihat juga Wagub Muhammad Nazar yang ikut shalat jenazah di Masjid Raya Baiturrahman kemarin.

Pesan terakhir
Hasan Tiro menyimpan obsesi besar agar perdamaian yang telah tertoreh di Bumi Aceh terus bersemi, tumbuh, dan berkembang sebagaimana yang dicita-citakannya semasa hidup. Hal itu disampaikan dr Farid Hussein yang dikenal sebagai arsitek perdamaian Aceh mewakili pemerintah RI dalam perundingan di Helsinki. “Beliau memiliki komitmen besar agar kelak perdamaian ini terwujud. Dan itu selalu beliau utarakan setiap kali saya ketemu beliau. Jaga perdamaian ini, tumbuhkembangkan perdamaian. Itu pesan terakhir yang disampaikan sebelum beliau sakit,” kata Farid saat melayat ke rumah dinas Ketua DPRA, Hasbi Abdullah, tempat jasad Hasan Tiro disemanyamkan sebelum menuju peristirahatan terakhir di Desa Meureu, Indrapuri, Aceh Besar.

Farid yang didampingi Juha Christensen menyebutkan, sosok Hasan Tiro sebelum sakit adalah tokoh yang terbuka dalam menerima perdamaian. “Beliau tahu betul tentang perdamaian dan kami yang mengajak beliau ke Aceh pada tahun 2008,” katanya. “Beliau sosok yang luar biasa. Beliau begitu dekat dengan kami, selalu tersenyum. Dia adalah pendamai dan komitmen perdamaian pada diri beliau itu sangat besar,” ujarnya mengenang Hasan Tiro.

Karim sedih
Sementara itu, anak semata wayang Hasan Tiro, yakni Karim Tiro hingga sore kemarin belum diperoleh kabar terkait kepulanganya ke Aceh untuk melihat jasad ayahnya untuk terakhir kali. Namun, semua prosesi berjalan lancar sampai jasad Hasan Tiro dibawa ke peristirahatan terakhir dan dimakamkan di Desa Meuru, Indrapuri, tanpa dihadiri Karim.

Walau tak dapat pulang ke Aceh, namun Karim menyatakan sedih mendengar berita kepergian ayahnya. “Karim mengatakan serbasalah. Sekarang ibunya juga sedang sakit dan dirawat, ia harus menjaga ibunya. Dia merasa sedih tak bisa pulang ke Aceh,” kata Fauzi Zainal Abidin, keponakan Hasan Tiro kepada Serambi.

Karim Tiro yang sudah menikah, tinggal bersama ibunya, Dora, di Ohio, Amerika Serikat. Menurut infromasi, ibunya yang kini berusia 77 tahun dalam keadaan sakit. Karim yang selama ini menjaga ibunya dirawat. Kini, Karim Tiro sudah menjadi doktor bidang sejarah di Xavier University, Amerika Serikat.

Fauzi juga belum dapat memastikan apakah dalam waktu dekat Karim, ayah dari Alexander itu akan pulang ke Aceh untuk menziarahi makam ayahnya. “Sampai sejauh ini belum ada. Belum ada jawaban,” katanya. Penegasan soal Karim tidak pulang ke Aceh justru diperoleh Serambi dari keluarga dekat Hasan Tiro, Musanna bin Abdul Wahab. Menurutnya, belum ada kepastian Karim akan pulang ke Aceh. “Tapi kita sudah sampaikan kabar ini. Dan dia memang mengatakan tidak bisa pulang,” ujarnya.

Musanna menambahkan, pihaknya langsung mengabarkan kepada Karim Tiro via telepon selular tentang meninggal orang tuanya kemarin siang. “Sekitar pukul 12.30 WIB tadi (kemarin) kami langsung hubungi Karim untuk menyampaikan kabar duka. Dia tidak bisa banyak bicara ketika mendegar kabar duka itu. Namun, dia pastikan tak bisa pulang dalam waktu dekat, karena ibunya (Dora) tidak ada yang menjaga,” kata Musanna mengakhir pembicaraan.

Diiringi selawat
Sebelum dibawa ke Masjid Raya Baiturrahman, jenazah Hasan Tiro disemanyamkan di rumah dinas Ketua DPRA, Hasbi Abdullah di kawasan lapangan Blang Padang, Banda Aceh. Tampak sejumlah pelayat datang memberi penghormatan terakhir kepada tokoh pendiri GAM itu pada 1976. Termasuk beberapa ulama, di antaranya Tgk H Muhibuddin Waly, Wakil Ketua MPU, Tgk H A Rahman Kaoy. Di antara pelayat tampak Gubernur Irwandi berbaur bersama warga maupun mantan anggota GAM.

Sekitar pukul 16.00 WIB, setelah menjalani proses fardhu kifayah, jenazah Hasan Tiro dibawa ke Masjid Raya Baiturahman. Jenazah diusung berjalan kaki dari rumah duka diiringi selawat sepanjang perjalanan. Di antara pengantar jenazah, tampak sejumlah mantan petinggi GAM, Malik Mahmud, dr Zaini Abdullah, ajudan pribadi Wali, Muzakir Abdul Hamid, Tgk Zakaria Saman, Wagub Muhammad Nazar, dan sejumlah keluarga dekat almarhum. Juga tampak perwakilan Pemerintah RI, dr Farid Hussein. Ia didampingi Juha Christensen.

Di Masjid Raya, massa juga terlihat berkumpul dalam jumlah besar untuk mengirimkan doa terakhir kepada almarhum. Prosesi shalat jenazah dipimpin Tgk Abdurrahman, yang kabarnya merupakan keturunan dari pahwalan nasional Cut Nyak Dhien. Sekitar pukul 17.00 WIB, jenazah diberangkatkan ke Meureu, Indrapuri, Aceh Besar dengan iringan puluhan mobil.

Produk kemasan Berbahaya

1. BEKAS BOTOL PLASTIK

Mungkin sebagian dari kita mempunyai kebiasaan memakai dan memakai ulang botol plastik (Aqua, VIT , etc) dan menaruhnya di mobil atau di kantor. Kebiasaan ini tidak baik, karena bahan plastik botol (disebut juga sebagai polyethylene terephthalate or PET) yang dipakai di botol2 ini mengandung zat2 karsinogen (atau DEHA). Botol ini aman untuk dipakai 1-2 kali saja, jika anda ingin memakainya lebih lama, tidak boleh lebih dari seminggu, dan harus ditaruh ditempat yang jauh dari matahari. Kebiasaan mencuci ulang dapat membuat lapisan plastik rusak dan zat karsinogen itu bisa masuk ke air yang kita minum. Lebih baik membeli botol air yang memang untuk dipakai ber-ulang2, jangan memakai botol plastik.


2 . PENGGEMAR SATE

Kalau Anda makan sate, jangan lupa makan timun setelahnya. Karena ketika kita makan sate sebetulnya ikut juga karbon dari hasil
pembakaran arang yang dapat menyebabkan kanker. Untuk itu kita punya obatnya yaitu timun yang disarankan untuk dimakan setelah makan sate. Karena sate mempunyai zat Karsinogen (penyebab kanker) tetapi timun ternyata punya anti Karsinogen. Jadi jangan lupa makan timun setelah makan sate.


3. UDANG DAN VITAMIN C

Jangan makan udang setelah Anda makan Vitamin C. Karena ini akan menyebabkan keracunan dari racun Arsenik (As) yang merupakan proses reaksi dari Udang dan Vitamin C di dalam tubuh dan berakibat keracunan yang fatal dalam hitungan jam.

4. MI INSTAN

Untuk para penggemar mi instan, pastikan Anda punya selang waktu paling tidak 3 (tiga) hari setelah Anda mengkonsumsi mi instan, jika Anda akan mengkonsumsinya lagi, dari informasi kedokteran, ternyata terdapat lilin yang melapisi mi instan. Itu sebabnya mengapa mi instan tidak lengket satu sama lainnya ketika dimasak. Konsumsi mie instan setiap hari akan meningkatkan kemungkinan seseorang terjangkiti kanker. Seseorang, karena begitu sibuknya dalam berkarir tidak punya waktu lagi untuk memasak, sehingga diputuskannya untuk mengkonsumsi mi
instan setiap hari . Akhirnya dia menderita kanker.

Dokternya mengatakan bahwa hal ini disebabkan karena adanya lilin
dalam mi instan tersebut. Dokter tersebut mengatakan bahwa tubuh kita memerlukan waktu lebih dari 2 (dua) hari untuk membersihkan lilin tersebut.


5. BAHAYA DIBALIK KEMASAN MAKANAN

Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai "pelindung " makanan. Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan.
Sebaiknya mulai sekarang Anda cermat memilik kemasan makanan. Kemasan pada makanan mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi, dan informasi. Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas primer pada makanan, yaitu kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan .

Tetapi tidak semua bahan ini aman bagi makanan yang dikemasnya.

Inilah ranking teratas bahan kemasan makanan yang perlu Anda
waspadai.


A. Kertas

Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebihi batas yang ditentukan. Di dalam tubuh manusia , timbal masuk melalui saluran pernapasan atau tangan kita. Pencernaan menuju sistem peredaran darah dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain, seperti: ginjal , hati, otak, saraf dan tulang.
Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit) & paralysis (kelumpuhan). Keracunan yang terjadipun bisa bersifat kronis dan akut. Untuk terhindar dari makanan yang terkontaminasi logam berat timbal, memang susah-susah gampang.
Banyak makanan jajanan seperti pisang goreng, tahu goreng dan tempe goreng yang dibungkus dengan koran karena pengetahuan yang kurang dari si penjual, padahal bahan yang panas dan berlemak mempermudah berpindahnya timbale makanan tsb.

Sebagai usaha pencegahan , taruhlah makanan jajanan tersebut di atas piring.

B . Styrofoam

Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, lebih aman, serta ringan. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan
sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat
bahan kimia karsinogen dalam makanan.

history of struggle Sang Wali Nanggroe

In Memoriam Hasan Tiro

“Tumbuh suburkan terus perdamaian Aceh. Andai saya mati besok, perdamaian Aceh harus tetap berlanjut.” (Hasan Tiro, 11 Oktober 2008)

TEUNGKU HASAN TIRO yang Kamis kemarin tutup usia menjelang 85 tahun adalah sosok yang sangat cinta Aceh, seperti kecintaannya terhadap Indonesia pada awalnya. Ia tadinya nasionalis sejati, mengabdi sepenuh hati untuk republik ini. Bahkan saat berumur 20 pada tahun 1945 ia ikut menggerek Bendera Merah Putih di kampungnya, Tanjong Bungong, Pidie.

Hasan Tiro muda mendapat banyak pengajaran tentang nasionalisme dari guru idolanya, HM Nur El-Ibrahimi. Itu sebab, ketika tokoh-tokoh Aceh mendukung kemerdekaan Indonesia, Hasan Tiro yang masih muda langsung bergabung dalam Barisan Pemuda Indonesia di daerahnya. Lalu pada 24 September 1945, keluarga besar Tiro, termasuk pamannya, Umar Tiro, mengaku setia kepada Indonesia.

Ia juga tak pernah menampik ketika mendapat beasiswa dari Pemerintah Indonesia untuk kuliah di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Karena jenius, Hasan Tiro direkomendasikan Teungku Daud Beureueh kepada Perdana Menteri Indonesia waktu itu, Syafruddin Prawiranegara, untuk kuliah di UII. Hasan Tiro diterima di Fakultas Hukum dan tamat tahun 1949. Di universitas ini namanya tercatat sebagai pendiri Pustaka UII bersama Kahar Muzakkar, tokoh Sulawesi Selatan yang kelak menggerakkan pemberontakan DI/TII bersama Daud Beureueh dan Imam Kartosuwiryo (1953-1962).

Tamat dari UII, Hasan Tiro kembali ke Aceh, bekerja pada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di bawah Perdana Menteri Syarifuddin Prawiranegara. Saat itu ibu kota negara dipindah ke Aceh, mengingat Yogyakarta sebagai ibu kota Indonesia sudah dikuasai Belanda saat terjadi agresi kedua Belanda.

Saat umurnya 25 tahun, pria kelahiran 25 September 1925 ini terpilih sebagai mahasiswa yang mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan program magister dan doktoral di Universitas Columbia, Amerika Serikat (AS). Ia akhirnya kuliah di Jurusan Politik dan Hukum Internasional. Disertasi doktornya yang berjudul “Konstitusionalisme Kesultanan Aceh” menunjukkan betapa ia paham dan cinta Aceh.

Sambil kuliah, Hasan Tiro bekerja pada Perutusan Tetap RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berkantor di New York. Tapi karena merasa Jakarta “melukai” Aceh, nuraninya berontak, lalu berbalik memusuhi Pemerintah Indonesia. Ia bahkan rela melepas jabatan Staf Penerangan PTRI untuk PBB, semata-mata demi Aceh.

Itu terjadi ketika ia--berdasarkan mandat yang diberikan Teungku Daud Beureueh, pemimpin DI/TII di Aceh--mendaftarkan diri sebagai Menteri/Duta Besar Darul Islam Indonesia/Negara Islam Indonesia di PBB pada tahun 1954, saat DI/TII bergolak di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Tapi PBB menolak Hasan Tiro.

Awalnya nurani Hasan Tiro tergetar saat mendapat kabar di New York bahwa sekitar 92 warga sipil di Pulot, Cot Jeumpa Leupung, Aceh Besar, dibantai serdadu republik pada 26 Februari 1954. Ini ekses akibat ditembaknya belasan prajurit Indonesia oleh mujahidin DI/TII Aceh dua pekan sebelumnya. Karena para mujahid sudah menghilang dari kawasan itu, maka warga sipillah yang dijejerkan di pinggir laut, lalu ditembak mati. Hanya satu yang tersisa hidup. Ia pula yang membeberkan pembantaian sadis itu kepada Acha, wartawan Harian Peristiwa. Asahi Simbun, Washington Post, dan New York Times ikut melansir berita tersebut, sehingga Hasan Tiro membacanya.

Dari kota “melting pot” New York, spontan ia layangkan surat pada 1 September 1954 kepada Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo. Ia desak Indonesia minta maaf dan mengakui bahwa pembantaian warga sipil tersebut merupakan genosida (pembantaian etnis Aceh). Para pelaku dia minta dihukum berat.

Ia beri tenggat waktu sekitar dua minggu kepada Ali Sastro merespons tuntutannya. Jika tidak, maka Hasan Tiro akan resmi mendaftarkan dirinya sebagai Dubes Darul Islam Indonesia di PBB. Karena Ali Sastro tak menggubris, gertakan itu akhirnya jadi kenyataan. Ini pemberontakan pertama Hasan Tiro kepada Indonesia. Akibatnya, paspor diplomatiknya dicabut, sehingga ia menjadi sosok yang tak punya kewarganegaraan (stateless). Untung ia tak ditahan Imigrasi AS, karena mampu membayar denda 500 US dolar. Untung pula ada dua senator AS kenalannya yang membuat rekom, sehingga Hasan Tiro mendapat status permanent residence di New York.

Setamat kuliah S3 di Columbia University, Hasan Tiro menikahi Dora, perempuan keturunan Iran berkebangsaan Amerika. Dari basil perkawinan itu, pasangan ini dianugerahi putra tunggal, Karim Tiro.

Jauh dari Aceh makin menambah rasa keacehannya. Apalagi dia menganggap Aceh yang merupakan daerah modal justru dikhianati dan dilecehkan Jakarta. Baginya, Indonesia terlalu luas untuk diatur secara sentralistik dari Jakarta. Pada tahun 1958, Hasan Tiro menuangkan pemikiran dalam buku berjudul “Demokrasi untuk Indonesia”. Di situ ia tawarkan federasi sebagai bentuk Pemerintah Indonesia. Jadi, sebetulnya sejak DI/TII bergolak pada 1950-an, sudah tertanam benih-benih “Aceh harus bebas dari penindasan Jakarta” di benak Hasan Tiro. Kristalisasi ini berbuah pada 4 Desember 1976, saat ia deklarasikan Aceh Merdeka di Bukit Halimon, Luengputu, Pidie.

Ada dua dokumen penting yang dia dapat di Markas PBB yang membulatkan tekadnya untuk memisahkan Aceh dari Indonesia. Dokumen itu berupa Resolusi PBB tentang Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri (Right to Self Determination). Dokumen lainnya, berupa resolusi bahwa negara kolonial tidak boleh menyerahkan anak jajahannya kepada negara lain. Ia menilai, Perang Belanda terhadap Aceh tidak menyebabkan Aceh takluk dan dikuasai sepenuhnya oleh Belanda. Selain itu, Belanda tak berdasar menyerahkan Aceh--melalui Konferensi Meja Bundar 1949--kepada Indonesia (Jawa), mengingat Belanda tak berkuasa penuh atas Aceh, malah lari meninggalkan Aceh, setelah tentara Jepang diundang ulama masuk Aceh.

Ditambah alasan-alasan sejarah, etnosentris, dan penguasaan ekonomi oleh Jakarta atas Aceh, membuat Hasan Tiro punya banyak alasan menyambung perjuangan kakek buyutnya, Tgk Chik Di Tiro, untuk mempertahankan kedaulatan Aceh. Ia mengimajinasikan sebuah negara/kerajaan sambungan (succesor state). Untuk itu, Aceh harus mandiri dari Indonesia.

Tinggalkan Karim
Untuk mewujudkan obsesinya, pada 4 September 1976, Hasan Tiro meninggalkan kehidupan penuh glamor, istri yang cantik (Dora), dan anak semata wayang (Karim) yang baru berumur 6 tahun di Riverdale, New York, lalu ia kembali ke Aceh untuk berjuang memisahkan Aceh. Pada 4 Desember 1976 ia deklarasikan Aceh Merdeka. Ini maklumat perang untuk Indonesia. Sejak itu, resmilah Hasan Tiro untuk kedua kalinya menjadi musuh utama republik. Padahal awalnya, Hasan Tiro itu orang republik, sangat republiken, tapi akhirnya melawan republik karena ia merasa Jakarta mengkhianati Aceh lebih dari sekali.

Tahun 1981 ia tulis buku “The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Teungku Hasan Tiro”. Catatan harian yang tak kunjung selesai itu ia tulis selama bergerilya di hutan Aceh. Menurutnya, hanya orang gila yang mau melakukan itu, mengingat tadinya ia hidup enak di New York. Hampir tiga dasawarsa perjuangan memerdekakan Aceh itu dia pimpin. Pengikutnya makin bertambah, demikian pula persenjataan dan personel terlatih. Semakin gencar GAM berjuang, semakin represif pula respons aparat keamanan Indonesia. Lalu, korban berjatuhan di sana-sini, lebih dari 33.000 orang tewas.

Tapi akhirnya, celah menuju damai tersibak. Setelah JoU Jeda Kemanusiaan pada tahun 2000 gagal, berganti dengan darurat militer dan darurat sipil, Allah menggenapkan darurat Aceh dengan darurat tsunami. Sekitar 200.000 warga Aceh meninggal dan hilang. Hasan Tiro yang saat itu menonton tayangan televisi di Norsborg, Swedia, menitikkan air mata. Aceh yang ingin dia rebut sedang luluh lantak. Terjerembab ke titik nadir peradaban. Perlu kondisi damai untuk membangun kembali Aceh dari keterpurukan.

Lalu, Hasan Tiro dan elite GAM menyahuti tawaran RI untuk berdamai di Helsinki. Perdamaian ini pula yang memungkinan Hasan Tiro dan Malik Mahmud yang awalnya paling dicari aparat keamanan Indonesia, bisa leluasa pulang ke Aceh pada 11 Oktober 2008. Setelah itu ia makin sering bolak balik dari ke Banda Aceh.

Saat batang usianya mendekati 85 tahun, ternyata ia berjodoh dengan Aceh, sekaligus dengan Indonesia. Kemarin ia wafat setelah 26 jam menjadi warga negara Indonesia kembali. Maka, catatan harian tentang dirinya pun berakhir sudah. Konflik Aceh berujung damai dan Hasan Tiro pun berpulang dalam damai.

Kita mencatat, Hasan Tiro adalah sosok sentral yang mempertinggi posisi tawar Aceh di mata Jakarta, sehingga di taman raya Indonesia, Aceh mendapat status otonomi khusus yang luar biasa. Terima kasih Teungku, selamat jalan Wali. Sebagaimana ia pesankan di awal tulisan ini, mari kita tumbuh suburkan terus perdamaian Aceh, kendati ia sudah tiada.