PESAN

Hidup adalah BELAJAR.Mempelajari apa yang dilihat dan rasakan.BELAJAR adalah PROSES:dari tidak tau menjadi tau,dari salah menjadi benar,dari gelap menjadi terang.Melalui proses yang panjang... mari berjuang menjadi diri sendiri:SEBUAH PRIBADI YANG BERPOTENSI salam...

Rabu, 19 Mei 2010

Nasib Keturunan Sultan Aceh

SEJARAH Sultan terakhir Kerajaan Aceh Darussalam, sudah saya nukil minggu lalu. Kali ini, mengulas kegetiran Tuanku Raja Ibrahim putra Mahkota Kerajaan Aceh yang boleh dikatakan dia hidup luntang lantung bersama ayahnya Sultan Muhammad Daudsyah (1878-1939).

Riwayat getir kehidupan pejuang Aceh ini bermula ketika K Van Der Maaten menyandera dan menangkap ibunya pada tanggal 26 November 1902, Teungku Putroe Gambo Gadeng bin Tuanku Abdul Majid. Saat itu, Ibrahim berusia enam tahun ketika disandera di Gampong Glumpang Payong Pidie. Gubernur Sipil dan Militer van Heutsz mengultimatum; “ika dalam sebulan Sultan menolak menyerah, maka anak dan istrinya dibuang dari Acehh.”

Sultan yang berada di Keumala turun menghadap Belanda pada 10 Januari 1903 setelah bermusyawarah dengan para penasihatnya. Pada 20 Januari 1903, Sultan dibawa ke Kuta Radja (Banda Aceh) untuk dipertemukan. Dalam pertemua dengan Gubernur Aceh Jenderal Van Heutz, Sultan menandatangani nota perdamaian dengan Belanda. Pada 24 Desember 1907 Pemerintah Hindia Belanda membuang Sultan, isteri, anaknya Tuanku Raja Ibrahim, Tuanku Husin, Tuanku Johan Lampaseh, pejabat Panglima Sagi Mukim XXVI, Keuchik Syekh dan Nyak Abas ke Ambon.

Hingga tahun 1918, mereka dipindahkan ke Batavia dan menetap di Jatinegara. Sultan meninggal di sana pada 6 Februari 1939 tanpa pernah bisa kembali ke Aceh. Parahnya seluruh kekayaannya dirampas dan dijadikan milik colonial Belanda sesuai dengan asas hukum perang Reght van Over Winning (H.C. Zentgraaff:1981 ).

Anak Sultan Muhammad Daud Syah yang sulung, Tuanku Raja Ibrahim, kehidupannya cukup beragam. Misalnya ke Belanda karena Ratu Wilhelmina ingin berjumpa dengan sang Raja Muda ini. Ratu kemudian memberinya pangkat letnan kepada Tuanku Raja Ibrahim. Pada waktu Jepang menjajah Indonesia pada 1942-1945, Kaisar Jepang memerintahkan melalui kementerian Luar Negeri Jepang dan mengutus jenderal Shaburo I I no dengan stafnya mencari keturunan Sultan Aceh Muhammad Daudsyah. Dia bertemu dan diterima secara resmi dengan Tuanku Raja Ibrahim di Lameulo, Pidie pada 1943. Atas dasar Kaisar Jepang teringat atas surat ayahnya yang dikirim pada Kaisar Jepang. Segera setelah Jepang menang perang melawan Rusia pada tahun 1905, di Selat Tsushima. Surat ini menjadi salah satu sebab Sultan Muhammad Daudsyah dibuang dari Aceh pada tahun 1907 dan tidak kembali sampai akhir hayatnya.

Pangeran muda ini menjadi kawan dekat Seokarno waktu kecil. Saat itu, Soekarno memanggilnya “Bram” bahkan salah satu nama anaknya sama dengan nama salah satu anak Soekarno “Sukmawati.”Namun ketika Soekarno menjadi penguasa di Indonesia pada masa orde lama. Dia melupakan Tuanku Raja Ibrahim pada teman seperjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia.

Agaknya ada kekhawatiran Soekarno bahwa sang pangeran ini menuntut pemulihan haknya semisal Yogyakarta yang secara penuh mendapatkan berbagai “keistimewaan” hingga hari ini. Dapat dikatakan bahwa ayah Megawati ini tidak hanya berkhianat Tuanku Ibrahim, tetapi dengan rakyat Aceh. Sukarno tidak menepati janjinya yang diucapkan di depan Teungku Daud Beureueh dan teman-temannya pada 1948. Akibatnya Daud Beureueh kecewa dan menuntut Soekarno dengan pemberontakan berdarah yang diproklamirkannya pada 21 September 1953.

Sang Raja Muda ini terus menemani ayahnya di Jakarta dan pulang ke Aceh pada tahun 1937 padahal ayahnya melarang. Di tanah kelahirannya, raja muda ini kawin dengan Pocut Hamdah Putri Amponsyik Keumangan Beureunuen. Mereka dikarunia dua putri. Ada beberapa istrinya dan terakhir dengan Pocut Manyak yang dikaruniai empat putera/puteri. Jumlah anak seluruhnya yaitu 16 orang anaknya. Dan bekerja sebagai Mantri tani di Pidie dan pensiun pada tahun 1960.

Walaupun putra makhota, hidupnya sangat sederhana karena seluruh harta pribadi ayahnya dirampas oleh Belanda dan pembesar pembesar Aceh yang bekerjasama dengan Belanda. Putra Sang Raja ini, menetap di sebuah perkampungan kecil Lampoh Ranup, Lamlo Pidie, dan hidup dari uang pensiun Rp 9.000 dengan 16 anaknya (Majalah Tempo, 1976). Tentu ini sangat berbanding terbalik dengan keturunan yang pernah bekerja sama dengan Belanda. Dimana mereka menikmati sekian pengaruh dan keistimewaan di dalam kehidupan sehari-hari.

Pada pertengahan tahung 1975 atas inisiatif Tuanku Hasyim, SH (Kepala Kaum Alaidin) dan Tuanku Abbas, BA (mantan Kepala DEPPEN RI di Banda Aceh) menjemput tuanku Raja Ibrahim dan keluarga dari Kota Bakti dibawa ke Banda Aceh. Kemudian atas jasa dan bantuan Gubenur Daerah Istimewa Aceh Muzakir Walad dan dukungan anggota DPRD Waktu H. Yahya Luthan. Pemerintah Aceh meminjami rumah hak pakai tipe 45 di Jl. Teungku Cot Plieng No 18 dengan Surat Keputusan No 100/1976 dengan ketentuan rumah tersebut ditempati selama hidup beliau.

Pada tahun 1975, Sultan Hamengkubuwono IX ikut prihatin pada nasib Tuanku Raja Ibrahim. Dengan menggunakan pengaruhnya dia berusaha agar ada tambahan pendapatan bagi Tuanku Raja Ibrahim. Akhirnya, Tuanku mendapat tambahan Rp 5.000 dari Pemda dan Rp 1.500 dari Departemen Dalam Negeri. “Bila saya telah tiada, rumah ini harus dikembalikan”, ujar Abang. “Eh, toh, semua itu saya terima” (Majalh Tempo 1976).

Semasa hidupnya, menurut anaknya Tuanku Raja Yusuf, mempunyai satu keinginan yang belum terlaksana yakni ke Jakarta menziarahi makam sang ayah Sultan Muhammad Daudsyah. Tetapi karena kehidupan ekonomi yang begitu sulit, sang cita-cita pangeran ini tidak kesampaian sampai menemui azalnya pada 31 Maret 1982. Dia dimakamkan di pemakaman keluarga raja-raja di Baperis. Tuanku Raja Ibrahim meninggalkan 16 anaknya yakni Tengku Putri Safiatuddin, Teungku Putri Kasmi Nur Alam, Tuanku Raja Zainal Abidin, Tengku Putri Rangganis, Tuanku Raja Ramaluddin, Tengku Putri Sariawar, Tuanku raja Mansur, Tuanku Raja Djohan, Tuanku Raja Iskandar, Tengku Putri Sukmawati,Tuanku Raja Syamsuddin, Tuanku Raja Muhammad Daud, Tuanku Raja Yusuf, Tuanku Raja Sulaiman, Teungku Putri Gambar Gading, Tuanku Raja Ishak Badruzzaman.

Begitulah sekilas kisah getir seorang Raja Muda yang saat ini rakyat Aceh hanya bisa berbangga-bangga; ketika para peneliti bangga dengan sejarah kerajaan Aceh Darussalam, namun namun tidak memiliki apresiasi yang ternyata ujung keturunan Sultan Aceh begitu pahit. Kekuasan dan harta yang dirampas dan hidup mereka hanya berlapiskan rasa iba dari pihak yang kasihan.

Tampaknya kisah raja terakhir ini pun bisa dianalogkan pada nasib Aceh dewasa ini, yaitu merasa perlu dikasihani. Dimana pengkhianatan dan pelecehan kekuasaan adalah bukti kelemahan kerajaan Aceh. Raja Aceh tidak hanya dikhianati oleh Eropa tetapi juga oleh bangsanya sendiri. Tentu, kita tidak ingin menjadikan ini sebagai isu kemana kita mencari pemimpin sekarang. Sebab siapapun yang akan atau sedang memimpin Aceh, pasti akan mendapatkan sikap-sikap pengkhianatan atau pelecehaan kekuasaan setelah mereka tidak berkuasa. Kisah pahit keluarga Sultan menjadi lecutan sejarah kepemimpinan Aceh. Bedanya, Tuanku Ibrahim masih menyisakan semangat kepemimpinan Aceh. Inilah yang membuat rakyat Aceh bersatu dan bangga untuk.menjadi sebuah bangsa yang berdaulat

Sejarah Kerajaan Islam

Sejarah Islam, Kesultanan aceh berdiri pada tahun 1514, terletak di ujung utara pulau Sumatra. Pendirinya adalah sultan Ali Mughayat Syah yang bertakhta dari tahun 1514 – 1530. Pada tahun 1520, beliau memulai kampanye militernya untuk menguasai bagian utara Sumatra. Dalam sejarah ini Kampanye pertamanya dilakukan di Daya, di sebelah barat laut, yang menurut Time Pires belum mengenal islam. Selanjutnya, Ali mughayat Syah melebarkan sayap sampai ke pantai timur yang terkenal kaya akan rempah-rempah dan emas.
Untuk memperkuat perekonomian rakyat dan kekuatan militer laut, didirikannya banyak pelabuhan. Penyebrangan ke Deli dan Aru adalah perluasan daerah terakhir yang dilakukan oleh sultan Ali Mughayat. Sultan juga mampu mengusir garnisun POrtugis dari daerah Deli, yang meliputi Pedir dan Pasai. Namun saat penyebrangan terhadap Aru (1824), tentara Ali Mughayat dapat dikalahkan oleh Armada Portugis.
Selain mengancam portugis sebagai pemilik kekuatan militer laut di kawasan itu, aksi militer Sultan Ali Mughayat Syah ternyata juga mengancam Kesultanan Johor. Pada tahun 1521 kesultanan Aceh diperluas sampai Pidie, dan pada tahun 1524 ke pasai dan Aru, kemudian menyusul Perlak, Tamiang, dan Lamuri. Kesultanan Aceh Darusalam merupakan kelanjutandari kesultanan Samudra pasai yang hancur pada abad ke 14.
Ada beberapa versi sejarah lain mengenai terbentuknya Kerajaan Aceh Darussalam. Menurut Hikayat Aceh, Aceh Darusalam adalah persatuan dua kerajaanyang masing-masing diperintah oleh Sultan Muzaffar Syah (Pidie) dan raja Inayat Syah (Aceh Besar), dua orang bersaudara. Suatu saat pecah peperangan antara keduanya, dan dimenangi oleh Muzaffar Syah. Dia menyatukan Pidie dan Aceh Besar, lantas memberinya nama Aceh Darussalam.
Kesultanan Aceh Darussalam membawahkan enam kerajaan kecil; kerajaan Perlak, Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Tamiang, Kerajaan Pidie, Kerajaan Indrapura, dan Kerajaan indrajaya. Kitab Bustanus Salatin, kitab kronik raja-raja aceh, menyebut Sultan Ali Mughayat Syah sebagai sultan acehyang pertama. Ia mendirikan Kesultanan Aceh dengan menyatukan beberapa kerajaan kecil tersebut. Pusat kesultanan adalah . Banda Aceh, yang juga disebut Kuta Raja.

Banda Aceh sebagai Bandar niaga tidak terlalu kecil untuk pelabuhan kapal-kapal besar pada abad ke 16. pelabuhan banda aceh mudah dirapati oleh berbagai jenis kapal dagang. Maka, aceh pun semakin ramai. Apalagi sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis, para saudagar muslim lebih memilih berlabuh diBanda Aceh. Tak hanya pedagang Muslim, pedagang asing non portugis pun juga turut meramaikan pelabuhan Banda Aceh, sehingga kesultanan Aceh mendapatkan banyak keuntungan.
Dalam sejarah selama masa pemerintahannya, kesultanan Aceh telah diperintah oleh banyak sultan. Mereka adalah
- Sultan Ali Mughayat Syah (1514 – 1530)
- Sultan Salahuddin (1530 – 1538)
- Sultan Alauddin Ri’ayat syah Al-Qahhar (1538 – 1571)
- Sultan Husain (1571 – 1579)
- Sultan Muda (masih kanak-kanak) (1579, hanya beberapa bulan)
- Sultan Sri Alam (1579)
- Sultan Zainul Abidin (1579)
- Sultan Buyung (1586 – 1588)
- Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Sayid al-Mukammal (1589 – 1604)
- Sultan Ali R’ayat Syah (1604 – 1607)
- Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636)
- Sultan Iskandar Tsani (1636 – 1641)
- Sultanat Safiatuddin Tajul Alam (1641 – 1675)
- Sultanat Naqiyatuddin Nurul Alam (1675 – 1678)
- Sultanat Inayat Syah (1678 – 1688)
- Sultanat Kamalat Syah (1688 – 1699)
- Sultan Badrul Alam Syarif hasyim jamaluddin (1699 – 1702)
- Sultan Perkasa Alam syarif Lamtury (1702 – 1726)
- Sultan Jauharul Alam badrul Munir (1703 – 1726)
- Sultan Jauharul Alam Aminuddin (hanya beberapa hari)
- Sultan Syamsul Alam (hanya beberapa hari)
- Sultan Johan (1735 – 1760)
- Sultan Mahmud Syah (1760 - 1781)
- Sultan Badruddin (1764 – 1765)
- Sultan Sulaiman Syah (1773)
- Sultan Alauddin Muhammad (1781 – 1795)
- Sultan Alauddin Jauharul Alam (1795 – 1815)
- Sultan Saiful Alam (1815 – 1818)
- Sultan Jauharul Alam (1818 - 1824)
- Sultan Muhammad Syah (1838 – 1870)
- Sultan Mansyur Syah (1838 – 1870)
- Sultan Mahmud Syah (1870 – 1874)
- Sultan Muhammad Daud Syah (1878 – 1903)

Pada tahun 1521, kesultanan Aceh di serah oleh armada Portugis yang dipimpin oleh Jorge D. Britto. Akan tetapi, serangan itu dapat dipatahkan oleh sultan Ali Mughayat Syah.
Pada tahun 1530, Ali Mughayat Syah meninggal dunia, lalu tahta Aceh Darussalam dipegang oleh putra sulungnya, Sultan Salauddin. Pada masa Salahuddin, tepatnya pada tahun 1537, Aceh Darussalam Aceh melancarkan serangan ke malakayang dikuasai protugis.
Sayang sekali, sultan Salahduddin dipandang bersikap terlalu lunak dengan memberi peluang kepada misionaris portugis untuk bekerja di tengah-tengah batak di daerahpantai timur sumatra. Ia juga dipandang kurang memperhatikan urusan Pemerintahan. Maka kemudian Salahuddin diganti oleh saudara, Sultan Alauddin Ri’ayat Syah al-Qahhar, pada tahun 1538.
Pada masa pemerintahan sultan Alauddin al-Qahhar, kesultanan Aceh menyerang malaka sebanyak dua kali, yaitu pada tahuhn 1547 dan 1568. menurut Musafir portugis, Mendez Pinto, pasukan aceh kala itu memiliki tentaradari berbagai negara, diantaranya dari Turki, Cambay dan malabar. Hal itu menunjukkan bahwa hubungan diplomatik yang baik telah dijalankan oleh sultan Alauddin al-Qahhar. Bukti lain tentang hubungan diplomatik yang baik telah dijalankan oleh sultan Alauddin al-Qahhar. Bukti lain tentang hubungan diplomatik tersebut adalah kabar bahwa Sultanjuga mengirism utusan diplomatik ke luar negeri. Misalnya pada tahun 1562 utusan dikirim ke istambul untuk membeli meriam dari sultan Turki. Sultan Alauddin al-Qahhar pun mendatangkan ulama-ulama dari India dan Persia untuk menyebarkan risalah Islam, membawa para ulama ke pedalaman Sumatra, mendirikan pusat Islam di ulakan, serta membawa islam ke minangkabau dan indrapura, sultan al-Qahhar meninggal dunia pada tanggal 28 September 1571.

Menyusul meninggalkanya sultan Alauddin, terjadilah ketegangan dalam proses pergantian kekuasaan, hingga kemudian seorang ulama tua bernama Sayyid al-Mukammil disepekati menjadi raja. Kemudian pada masanya, Ali R’ayat Syah muncul menggantikan al-Mukammil.
Pada tahun 1607, aceh diserbu Portugis. Sultan Ali Ri’ayat syah gugur dalam serbuan itu. Untunglah kemudian seorang pemuda yang cemerlang muncul mengatasi keadaan. Dialah Iskandar muda, keponakan Sultan. Iskandar muda bangkit memimpin perlawanan, hingga mampu menendang Portugis keluardari Aceh Darussalam. Kitab Bustanun Salatin menyebutkan bahwa kemudian Iskandar Muda dinobatkan sebagai sultan pada 6 Dzulhijjah 1015, atau awal April 1607.
Iskandar muda merupakan sosok yang tegas dan keras. Para bangsawan kerajaan dikontrolnya dengan ketak. Mereka diharuskan ikut melaksanakan tugas jaga malam di istana setiap tiga hari sekali, tanpa membawa senjata. Setelah semua terkontrol, iskandar muda memegang kendali produksi beras. Di masanya, kesultanan Aceh Darussalam mengekspor beras ke luar wilayah. Sultan memperketat pajak kelautan bagi kapal-kapal asing, mengatur pajak perniagaan, bahkanjuga mengenakan pajak untuk harta kapal haram.
Dalam bidang militer, iskandar muda membangun angkatan perang yang sangat kuat. Seorang asing bernama Beaulieu mencatat jumlah pasukan darat Aceh sekitar 40 ribu orang. Untuk armada laut diperkirakan memiliki 100 – 200 kapal, diantaranya kapal selebar 30 meter dengan awak 600 – 800 orang yang dilengkapi dengan tiga meriam. Ia juga mempekerjakan seorang asing kulit putih sebagai penasehat militer, yang mengenalkan teknik perang bangsa eropa. Diperkirakan, penasehat tersebut berasal dari Prancis.
Dengan kekuatan militer yang begitu ampuh, aceh menjebol benteng Deli. Beberapa kerajaan lain juga ditaklukkan, seperti Johor (1613), Pahang (1618), Kedah (1619), Serta Tuah (1620).

Kesultanan Aceh mengalami zaman keeemasan pada periode kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636). Sebagaimana telah disebutkan, Iskandar Muda berhasil memukul mundur kekuatan Portugisdari tanah Aceh. Permusuhan Aceh dengan portugis tidak berhenti di situ saja. Sebab pada masa kepemimpinannya Iskandar muda pula, Aceh Darussalam menyerbu portugis di selat malaka.
Pada tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan besar-besaran terhadap Portugis di Malaka. Dengan armada yang terdiri atas ratusan kapal perang dan puluhan ribu tentara laut, Aceh menghantam Portugis. Serangan dilakukan dalam upaya memperluas pengaruh politik dan perdagangan Aceh atas selat Malaka dan Semenanjung Melayu. Sayang sekali, meski aceh telah berhasil mengepung malaka dari segala penjuru, penyerangan ini berhasil ditangkis Portugis.
Selain dalam bidang militer, aceh pada zaman Iskandar Muda juga berjaya di lapangan ilmu pengetahuan. Dalam sastra dan ilmu agama, aceh melahirkan beberapa ulama ternama. Dua yang menonjol adalah Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani. Keduanya merupakan ilmuwan-ilmuwan yang mendalami ilmu-ilmu tasawuf atau mistik islam.
Iskandar Muda meninggal dunia pada 29 rajab 1046 H atau 27 Desember 1636. dua tahun sebelumnya, iskandar muda telah menunjuk Iskandar Tsani sebagai penggantinya. Sang pengganti tersebut adalah menantu iskandar muda. Sebelum mengangkat menantunya itu, Iskandar Muda terlebih dahulu memerintahkan agar anaknya sendiri (yang berkah menjadi sultan) untuk dibunuh.
Sultan Iskandar Tsani (1634 - 1641) berperangai lebih lembut dari pada pendahulunya, dan tidak memrinah dengan tangan besi. Iskandar muda lebih menitik beratkan pembangunan negerinya pada masalah keagamaan ketimbang kekuasaan. Begitu pula istrinya, Sultanah Taju al-Alam Syafiatuddin Syah (1641 – 1675), yang menjadi pengganti Iskandar Tsani setelah suaminya itu wafat.
Pada awal pemerintahan Sultanah Taju al-Alam Syafiatuddin Syah, kegemilangan Aceh di bidang politik, Ekonomi dan militer mulai menurun. Sebab, sebagian orang tidak cukup senang dengan kepemimpinan perempuan. Sehingga, kekuasaan para uleebalang (hulubalang) juga meningkat karenanya.
Setelah Sultanah Taju al-Alam Syafiatuddin Syah, tiga perempuan memegang kendali kerajaan Aceh. Mereka Sultanah Nurul Alam Zakiatuddin Syah (1675 – 1677), Ratu Inayat Zakiatuddin Syah (1677 - 1688), dan Ratu Kamalat (1688 - 1699).
Saat kesultanan Aceh dipimpin oleh sultan Iskandar Tsani, di Aceh tinggal ulama Asal Gujarat, yakni Syekh Nuruddin ar-Raniri. Ulama ini menulis kitab Siratal Mustaqim, mengenal ibadah dalam islam. Atas permintaan sultan, ia menulis pula kitab Bustanus Salatin, yang menjadi karya terpopulernya.
Atas perlindungan Sultan Iskandar Tsani, Nuruddin ar- Raniri menyatakan terlarangnya ajaran-ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani. Menurut fatwa Nuruddin, pemahaman keagamaan hamzah dan Syamsuddin tidak sesuai dengan ajaran islam yang asli. Lebih jauh lagi, Nuruddin ar-Raniri memimpin pembakaran buku-buku karya kedua ulama pendahulunya itu.
Saat tahta sultan Iskandar Tsani beralih ke Sultanah Taju al-Alam Syafiatuddin Syah, Nuruddin ar-Raniri meninggalkan Aceh. Posisinya sebagai ulama besar kerajaan digantikan oleh Abdurrauf as-Singkeli. Ulama ini juga dikenal dengan nama Teungku Syiah Kuala. Atas permintaan Sultanah, pada tahun 1663 Abdurrauf as-Singkeli menulis kitab Mir’at at-Tullab fi tahsil Ma’rifat Ahmad asy Syari’iyyah li al Malik Wahhab atau cermin bagi mereka yang menuntut ilmu Fikih pada memudahkan mengenal segala hkum Syara Allah.
Mengiringi penulisan kitab-kitab karya Abdurrauf, Sultanah Taju al-Alam juga menggalakkan pendidkan Agama Islam melalui Jamiah Baiturrahman di banda Aceh, dan mengirim Al-Qur’an serta kitab-kitab karangan ulama aceh kepada raja-raja ternate, Tidore, dan Bacan di Maluku, selain mengirimkan pula guru-guru agama Islam.
Sultanah berikutnya adalah Sri Ratu Niqiyatuddin Nurul Alam, kemudian inayat syah, dan terakhir Kamalat Syah. Pada tahun 1699, pemerintahan sultanah atau sultan perempuan dihentikan. Sebab yang melatarbelakanginya cukup serius, yakni fatwa dari Mekah yang menetapkan bahwa syariat islam melarang wanita untuk memerintah negara.
Kesultanan aceh pada permulaan abad ke 18 mengalami serangkaian perebutan tahta. Beberapa sultan yang saling bersaing berasal dari golongan Sayid, yaknik keturunan Fatimah binti Nabi Muhammad SAW, yang lahir di Aceh. Salah satu Sayid yang menjadi sultan adalah Jamalul Alam badrul Munir, yang memerintah pada tahun 1703 – 1726. sultan ini dijatuhkan pada tahun 1726, lalu setelahnya melancarkan perlawanan terhadap sultan-sultan sesudahnya, termasuk Sultan Ahmad Syah (1727 – 1735) dan putranya, Sultan Johan (1735 – 1760). Jamalul Alam akhirnya meninggal dalam pertempuran melawan Sultan Johan.
Di tahun 1816, Sultan Saiful Alam bertikai dengan Jauharul Alam Aminuddin. Jauharul Alam memenangi suksesi dan menjadi sultan Aceh dengan bantuan Inggris. Setelah itu, aceh mengikat perjanjian dengan Inggris yang diwakili oleh Thomas Stamford Raffles. Lewat perjanjian itu, inggris mendapat kesempatan berniaga di Kesultanan Aceh, dengan imbalan jaminan keamanan bagi Aceh dari Inggris. Perjanjian ini dibuat pada tanggal 22 April 1818.
Pada tanggal 17 Maret 1824, Inggris dan belanda membnuat perjanjian di london yang antara lain berisi penghormatan kedaulatan aceh oleh pihak Belanda. Pada tanggal 2 November 1871 ditandatangani Traktat Sumatra, perjanjian baru antara belanda dan Inggris dengan membatalkan perjanjian London. Perjanjian ini memberi kebebasan bagi Inggris untuk mengembangkan kekuasaan di Malaya, dan bagi Belanda untuk memperluas kekuasannya di Sumatra.

Pemerintahan kesultanan Aceh terus berjalan. Namun, pamornya lambat laun menyurut. Pertikaian internal terjadi tak kunjung henti. Sementara, pusat kegiatan ekonomi dan politik bergeser ke selatan ke wilayah Riau – Johor – Malaka. Aceh baru muncul lagi dua abad kemudian, yaknik pada akhir abad 19. saat itu, belanda berusaha menguasai wilayah tersebut. Perlawanan para bangsawan Aceh pun terjadi. Sekali lagi, sejarah aceh diwarnai oleh kepemimpinan kaum perempuan, yakni melalui perlawanan Tjut Nya’ Dhien. Dengan alasan mengalahkan Tjut Nya’ Dhien, belanda melanggar kedaulatan Aceh dengan menyerbu ibukota Kesultanan Aceh pada tahun 1873, menduduki Banda Aceh, serta kota-kota pantai lainnya. Pada januari 1874, istana kesultanan aceh dapat direbut Belanda. Sehingga, belanda menyatakan Aceh menjadi kepunyaan pemerintah Hindia beladan dan Kesultanan Aceh Darussalam dihapuskan.
Dalam kondisi demikian, perjuangan rakyat aceh belum berhenti. Sultan Mahmud syah yang berhasil meloloskan diri dari penyergapan Belanda masih terus bergerilya. Setelah akhirnya Mahmud Syah meninggal karena sakit, perjuangan melawan penjajah dilanjutkan oleh rakyat aceh beserta para panglima tanah Rencong, sampai tahun 1903.

Selasa, 18 Mei 2010

LSM di Aceh Jaya Buka Posko Gugat PLN

Mon, May 10th 2010, 09:15

LSM di Aceh Jaya Buka Posko Gugat PLN

Salah sorang warga melihat posko bersama gugat PLN Persero, yang di buka di Desa Dayah Baro Kecamatan Krung Sabee Aceh Jaya, dimana masyarakat yang tidak nyaman dengan pelayanan PLN selama ini, diminta untuk melaporkan hal ini di posko yang telah di buka saat ini. foto direkam Jumat (7/5) SERAMBI/SA'DUL BAHRI

CALANG - Lembaga swadaya Masyarakat Transparansi Aceh Jaya (Mataradja) telah membuka posko bersama untuk mengugat PT PLN, karena listrik sering padam tanpa pemberitahuan.

Koordinator LSM Mataradja, T Asrizal kepada Serambi, Jumat (7/5) mengatakan, pihaknya saat ini telah membuka posko gerakan bersama gugat PLN. Karena itu, dia meminta kepada masyarakat Aceh Jaya, yang tidak nyaman dengan pelayan PLN selama ini, agar dapat melaporkan permasalahan tersebut ke posko yang telah dibuka di Sekretariat LSM Matardja, Desa Dayah Baro, Calang.

Menurutnya, masyarakat dapat datang langsung ke posko tersebut untuk mengisi formulir yang sudah disiapkan. “Setelah masyarakat mengisi formulir tersebut, maka pihak LSM yang ada di Aceh Jaya, akan menyerahkan berkas tersebut kepada Koalisi NGO HAM untuk mengugat PLN Persero,”ujarnya.(c45)

Puskesma Lamno Gunakan Obat Kadaluarsa

Mon, May 17th 2010, 09:23

Temuan DPRK Aceh Jaya

Puskesma Lamno Gunakan Obat Kadaluarsa

CALANG - DPRK Aceh Jaya menemukan obat kedalursa masih digunakan di Puskesmas Lamno, Kecamatan Jaya saat meninjau ke Puskesmas tersebut dua hari lalu. Karena itu, Dinas Kesehatan diminta untuk meningkatkan pemantauan terhadap penggunaan obat kedaluarsa itu.

Temuan obat kedaluarsa di Puskemas Lamno diutarakan Ketua DPRK Aceh Jaya, H Hasan Ahmad kepada Serambi, Minggu (16/5). “Kami bersama sejumlah anggota dewan memantau ke Puskemas Lamno sangat terkejut melihat obat kedaluarsa masih digunakan yakni tersimpan bersama obat lain dalam satu tempat,” ujarnya.

Katanya, temuan obat kedaluarsa itu perlu mendapat perhatian serius dari Pemkab Aceh Jaya, sehingga di Puskesmas lain tidak ada yang menyimpan dan membagikan obat yang sudah exspired itu kepada masyarakat. Dan saat ditanyakan ke petugas medis di Puskemas Lamno, dikatakan obat ini baru sebulan habis masa penggunaan.

Hasan mengatakan, Sidak ke Puskemas Lamno adalah dengan harapan agar layanan dapat lebih baik lagi terlebih Puskemas Lamno adalah bantuan dari pendonor sehingga keberadaan puskemas ini perlu ditingkatkan dan masyarakat juga berharap adanya layanan yang lebih maksimal.(riz)

Senin, 17 Mei 2010

CARA MEMAJUKAN KOPERASI

CARA MEMAJUKAN KOPERASI

Jika saya menjadi seorang pemimpin maka saya akan melakukan beberapa hal untuk memajukan koperasi, antara lain :

1. Menerapkan sistem GCG

Koperasi perlu mencontoh implementasi good corporate governance(GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola koperasi yang baik.

Perkembangan koperasi di Indonesia semakin lama semakin menunjukkan perkembangan menggembirakan. Sebagai salah satu pilar penopang perekonomian Indonesia, keberadaan koperasi sangat kuat dan mendapat tempat tersendiri di kalangan pengguna jasanya. Koperasi telah membuktikan bahwa dirinya mampu bertahan di tengah gempuran badai krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Keberadaan koperasi semakin diperkuat pula dengan dibentuknya Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang salah satu tugasnya adalah mengembangkan koperasi menjadi lebih berdaya guna. Koperasi sangat diharapkan menjadi soko guru perekonomian yang sejajar dengan perusahaan-perusahaan dalam mengembangkan perekonomian rakyat.
Analogi sederhana yang dikembangkan adalah jika koperasi lebih berdaya, maka kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih berhasil. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok masyarakat yang berada pada aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan, pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang pentingnya pemberdayaan koperasi.
Namun demikian, kenyataan membuktikan bahwa koperasi baru manis dikonsep tetapi sangat pahit perjuangannya di lapangan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan hukum namun tidak eksis sama sekali. Hal ini sangat disayangkan karena penggerakan potensi perekonomian pada level terbawah berawal dan diayomi melalui koperasi. Oleh karena itu, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.

Koperasi perlu mencontoh implementasi good corporate governance(GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tatakelola koperasi yang baik.
Konsep GCG sektor koperasi perlu dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjawab tantangan pengelolaan koperasi yang semakin kompleks. Implementasi GCG perlu diarahkan untuk membangun kultur dan kesadaran pihak-pihak dalam koperasi untuk senantiasa menyadari misi dan tanggung jawab sosialnya yaitu mensejahterakan anggotanya.
Dalam mengimplementasikan GCG, koperasi Indonesia perlu memastikan beberapa langkah strategis yang memadai dalam implementasi GCG. Pertama, koperasi perlu memastikan bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk mensejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi,misi dan program kerja yang sesuai. Pembangunan kesadaran akan mencapai tujuan merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel.

2.Memperbaiki koperasi secara menyeluruh
Kementerian Koperasi dan UKM perlu menyiapkan blue print pengelolaan koperasi secara efektif. Blue print koperasi ini nantinya diharapkan akan menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya secara profesional, efektif dan efisien. Selain itu diperlukan upaya serius untuk mendiseminasikan dan mensosialisasikan GCG koperasi dalam format gerakan nasional berkoperasi secara berkesinambungan kepada warga masyarakat, baik melalui media pendidikan, media massa, maupun media yang lainnya yang diharapkan akan semakin memajukan perkoperasian Indonesia.

3. Membenahi kondisi internal koperasi
Praktik-praktik operasional yang tidak efisien, mengandung kelemahan perlu dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsinya perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang menutup celah penyimpangan koperasi. Penyimpangan-penyimpangan yang rawan dilakukan adalah pemanfaatan kepentingan koperasi untuk kepentingan pribadi, penyimpangan pengelolaan dana, maupun praktik-praktik KKN.

4. Memberikan Pelatihan Karyawan

Dengan adanya pelatihan kemampuan terhadap karyawan koperasi tiap 3 bulan sekali, diharapkan sistem keuangan dan birokrasi internal di dalam koperasi dapat teratasi.

Kamis, 13 Mei 2010

Manfaat tehknologi Henpon dikalangan masyarakat

Henpon adalah salah satu alat tehknologi yang dikenal diera zaman moderen ini dikalangan masyarakat dan dengan adanya alat tehkonologi tersebut,sangatlah banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari keuntungan alat artenative tehknologi henpon. salah satunya dikala seseorang rindu dengan keluarga yang jauh cukup dengan menekan Nomor dan bisa berbicara langsung atau dengan mengirimkan pesan singkat sehingga dengan begitu khabar saudara ataupun teman yang jauh juga bisa diketauhui lain halnya lagi masalah ekonomi dengan memiliki jaringan kita bisa berbisnis jarak jauh dan masalah jodoh yang ngetrend dikalangan muda- mudi kita itupun juga bisa terjadi dengan adanya bantuan alat tehknologi henpon dan masih banyak lagi keuntungan yang bisa diperoleh lewat henpon salah satu nya yang tak terkira keuntungan buat kita tanpa kita sadari ternyata henpon tersebut juga bisa menjadi alat mediasi untuk hal orang bisa berlajar salah satunya orang yang buta huruf tidak bisa baca tulis dengan adanya bantuan henpon banyak dikalangan masyarakat bisa menulis SMS dan membaca SMS yang pada dasarnya tidak bisa menbaca tapi berkat henpon tersebutlah dia bisa menbaca. salah satu bukti yang terjadi diAceh Jaya sendiri sebut saja namanya pak hamdan dia memang tidak bisa menulis dan membaca tetapi lambat laun dengan dia memiliki henpon maka dia bisa membaca dan mengetik SMS itu adalah bukti nyata manfaat henpon yang mungkin tanpa orang sadari dan masih banyak lagi manfaat positiv lainnya dikalangan masyarakat yang belum kita ketahui.

Kamis, 06 Mei 2010

Kabupaten Aceh Jaya

Kabupaten Aceh Jaya adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Kabupaten Aceh Jaya dibentuk sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat.

Kabupaten Aceh Jaya, khususnya kecamatan Jaya terkenal dengan profil penduduknya yang khas. Sebagian penduduk Kecamatan Jaya ini berprofil seperti orang Eropa di mana ada yang berkulit putih, bermata biru, dan berrambut pirang. Mereka dipercaya merupakan keturunan prajurit Portugis di abad ke-16 yang kapalnya terdampar di pantai Kerajaan Daya, dan ditawan oleh raja kawasan itu.

Para prajurit Portugis yang tertawan ini lama-kelamaan masuk Islam, menikah dengan penduduk setempat dan mengadaptasi tradisi Aceh secara turun-temurun. Keturunan mereka saat inilah yang terlihat khususnya di kecamatan Jaya (sekitar 75 km arah barat daya Banda Aceh).

Pemerintahan

Kabupaten Aceh Jaya terbentuk pada tanggal 22 Juli 2002, merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat. Wilayah administrasi terdiri dari 6 kecamatan, 21 mukim dan 172 desa, dengan ibukota kabupaten terletak di Calang, yakni suatu wilayah yang terletak di Kecamatan Krueng Sabee.

Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Jaya, secara susunan organisasi pada tahun 2005 terdiri dari lembaga/instansi berupa 11 Dinas, 3 Badan dan 6 Kantor yang merupakan kantor kecamatan. Jumlah keseluruhan pegawai negeri sipil daerah yang bertugas di jajaran pemerintahan Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2005 sebanyak 1.148 orang. Sementara itu jumlah wakil rakyat yang duduk pada lembaga legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2005 masih sebanyak 20 orang sebagaimana tahun 2004, hanya saja beberapa wakil rakyat mengalami pergantian antar waktu, terutama disebabkan oleh beberapa anggota DPRD yang meninggal pada saat terjadinya bencana gempa dan tsunami.

Kecamatan

  1. Jaya (48 desa/kelurahan)
  2. Krueng Sabee (16 desa/kelurahan)
  3. Panga (19 desa/kelurahan)
  4. Sampoiniet (38 desa/kelurahan)
  5. Setia Bakti (13 desa/kelurahan)
  6. Teunom (38 desa/kelurahan)

Kondisi geografi

Kabupaten Aceh Jaya merupakan wilayah pesisir Barat pantai Sumatera dengan panjang garis pantai lebih kurang 160 kilometer. Curah hujan rata-rata sepanjang tahun sebesar 318,5 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 19 hari. Suhu udara dan kelembaban udara sepanjang tahun tidak terlalu berfluktuasi, dengan suhu udara minimum rata-rata berkisar antara 21,0-23,2 °C dan suhu udara maksimum rata-rata berkisar antara 29,9-31,4 °C.


Batas wilayah

Utara Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie
Selatan Samudera Indonesia dan Kabupaten Aceh Barat
Barat Samudera Indonesia
Timur Kabupaten Aceh Barat

Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2005 didasarkan pada hasil Sensus Penduduk Aceh Nias (SPAN) yang merupakan sensus penduduk sesudah bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami yang melanda wilayah Aceh. SPAN dilaksanakan oleh BPS pada bulan September 2005 dengan hasil jumlah penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tercatat sebanyak 4.031.589 jiwa. Sementara itu jumlah penduduk Kabupaten Aceh Jaya hasil sensus tersebut sebanyak 60.660 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 31.515 jiwa dan perempuan 29.145 jiwa.

Potensi

Kabupaten Aceh Jaya merupakan salah satu daerah yang sangat cocok untuk budidya berbagai jenis komoditi pertanian, baik jenis tanaman pangan seperti padi, palawija, buah-buahan, dan sayuran, maupun jenis tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, dan kelapa dalam. Kabupaten Aceh Jaya termasuk daerah Zona Pertanian diantara beberapa kabupaten yang ada di Provins NAD. Disamping itu lahan yang tersedia untuk budidaya pertanian masih cukup luas. Sub sektor peternakan juga sangat menjanjikan untuk lebih ditingkatkan di daerah ini mengingat wilayah berupa padang rumput yang masih luas tersedia.

Untuk perikanan laut juga menjadi andalan daerah ini karena semua kecamatannya berbatasan langsung dengan samudera Indonesia. Namun setelah terjadinya bencana gempa dan gelombang tsunami, sebagian besar komoditi pertanian mengalami penurunan produksi pada tahun 2005. Hal ini disebabkan oleh rusaknya areal budidaya berbagai komoditi tanaman pertanian oleh gelombang tsunami. Seperti tanaman kelapa dalam yang dibudidayakan di sepanjang pantai wilayah ini, mulai dari Teunom sampai kecamatan Jaya, hancur oleh gelombang tsunami. Penurunan produksi tanaman pertanian juga disebabkan lumpuhnya kota Calang sebagai sentra penyediaan sarana produksi pertanian seperti pupuk, obat-obatan dan peralatan pertanian lainnya.

Pada tahun 2005 produksi padi sawah tercatat sebesar 13.844 ton gabah, atau mengalami penurunan yang sangat besar dibanding tahun 2004 yaitu menurun sebesar 74,31 persen dengan total produksi padi sawah pada tahun 2004 sebanyak 53.896 ton. Demikian juga halnya dengan produksi tanaman palawija dan sayur-sayuran yang rata-rata mengalami penurunan diatas 50 persen dibanding produksi tahun sebelumnya.

Rabu, 05 Mei 2010

Kuburan Po Teumeurehom Daya

Kuburan Po Teumeurehom Daya

Po Teumeurehom Daya (Sultan Alaiddin Riatsyah) adalah keturunan raja-raja Aceh yang terkenal pada abad 17. Pada setiap Hari Raya Idul Adha, di makam ini diadakan upacara "Seumeuleng" yaitu suatu upacara untuk memperingati Sultan Alaiddin Riatsyah (Po Teumeurehom Daya) yang dilaksanakan oleh keturunan­-keturunan beliau sampai sekarang. Seluruh masyarakat dari dalam maupun luar Kecamatan Jaya datang untuk menyaksikan upacara Seumuleueng itu, karena cukup unik dan tidak ada di daerah lain.

Sajian upacara tersebut terdiri dari makanan adat seperti Bu Yapan, Kuah Rayeuk, Takeeh U, Kuah Pengat dan lauk-pauk lainnya yang dimasak di Gampong Meunasah Rayeuk. Ada mitos kalau Kuah Rayeuk itu dimasak di gampong lain maka kemungkinan akan mendatangkan musibah. Maka ditetapkanlah masakan kuah rayeuk itu di Gampong Meunasah Rayeuk. Kuah itu untuk dimakan bersama di Balairung atau Askara. Balai itu dibangun di kaki gunung yang tidak begitu jauh dengan kompleks makam Po Termeureuhom.

Hari itu, keturunan Po Teumeureuhom berkumpul di Balairung dengan memakai pakaian kebesaran dengan dominasi hitam, pakai tengkuluk, kain selempang yang panjangnya mencapai tiga meter lebih dan menggunakan sebilah pedang tanda kebesaran, masyarakat sangat beruntung bila Nasi Yapan dapat diperoleh dan merasa bersedih apabila nasi tidak didapatnya. Nasi Yapan adalah nasi yang dimakan keluarga Po Teumeureuhom masa dulu, yang diyakini masyarakat setempat kalau memakan nasi tersebut akan mendapat barakah dan bagi anak-anak dengan memakan nasi tersebut dapat terjaga dari bermacam-macam gangguan makhluk halus dan terhindar dari penyakit.

pulau Raya

Pulau Raya

Pulau ini dulunya adalah sebuah pulau tempat benteng pertahanan pada masa penjajahan Belanda dan kini menjadi objek wisata sejarah karena ada peninggalan kuburan tentara yang gugur di sini. Selain itu, Pulau Raya juga menjadi objek wisata mancing. Di sebelah utaranya terdapat terumbu karang yang menjadi daya tarik bagi wisatawan yang gemar snorkeling dan diving.

Senin, 03 Mei 2010

pante Lhok Kubu

Lhok Kubu nama sebuah pante yang terletak di Kabupaten Aceh Jaya desa Bahagia. pante ini tidak jauh dari kota Calang yaitu lebih kurang satu kilomoter ke arah tepi barat . Desa Lhok Kubu mempunyai sebuah sejarah tentang laut di desa itu. Menurut cerita orangtua, zaman dulu desa tersebut sebagai tempat pelabuhan kapal-kapal yang datang ke Aceh Jaya untuk melakukan perdagangan. Kedalaman laut di desa ini melebihi laut di sekitar Calang. Sampai sekarang ini, desa tersebut masih dijadikan pelabuhan dan parawisata lokal apalagi kalau sore hari dipante ini sangat bagus sanset yang terlihat dibalik pulau.

panton makmur

Bate Tutong adalah nama desa di kota Calang, Kabupaten Aceh Jaya. Desa ini terletak sekitar satu kilometer dari kota Calang. Pada saat mengendarai kendaraan menuju Banda Aceh, desa ini terletak di sebelah kiri dari arah Meulaboh. Desa tidak jauh dari bibir pantai sekitar lebih kurang 20 meter. Menurut sejarah dulu kala desa dinamakan Bate Tutong karena setiap pergantian tahun pepohonan di desa yang terdapat di sebuah pulau itu menggalami layu seperti terbakar. Sejak itulah dan sampai saat ini kampong tersebut dikenal dengan Bate Tutong yang berarti batu terbakar walaupun sekarang sudah berganti nama menjadi panton makmur namun masyarakat tetap menyebutnya dengan sebutan batee tutong artinya batu terbakar.

Tagisan anak di Negeri Orang

malaya kota yang indah
kepingin daku datang kesana
tak tau nya aku dalam penjara
hilang sudah cita - cita nan indah

kina aku dalam penjara
rasa kesal. . .tagis. . .selalu mehampiri ku.
ibu maafkanlah anakmu ini
yang tidak mendegarkan kata - katamu

kini anakmu pasrah menunggu waktu
cucuran air mata selalu membsahi pipi
doamu selalu mu selalu menyertai anakmu ini
semoga akan menjadi makna dalam hidup

jalan pante barat selatan

jalan arah banda aceh menuju kecalang sudah mulai diaspal pengerjaan nya bertahap mulai dari desa Kuala Unga kecamatan jaya yang sudah mulai terlihat diaspal sampai ke desa cenamprong dan didesa Lhok Geulumpang sampai ke desa Lhok Timon kecamatan setia bakti. dengan semakin cepat selesai pengerjaan jalan perekonomian masyarakat akan semakin meningkat. maka mari kita mendukung dan berdoa semoga jalan aceh jaya bisa cepat selesai sehingga semua nya menjadi mudah untuk dilalui tidak harus menaiki Raket lagi.